Tragedi maskapai Susi Air rute Timika-Paro di Nduga, Papua berdampak luas terhadap iklim penerbangan di Papua. Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengakui bahwa ada penghentian beberapa pelayanan penerbangan.
“Pasca-kejadian pembakaran pesawat Susi Air (PK-BVY) di Lapangan Terbang Paro-Nduga, berdampak pada beberapa rute angkutan udara perintis untuk sementara dihentikan pelayanannya. Terhadap beberapa rute tersebut sedang terus dikoordinasikan bersama dengan pihak Operator, Pemerintah Daerah, dan TNI-POLRI untuk segera dapat dioperasikan,” ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (3/3/23).
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui Bandara selaku Koordinator Wilayah yang melayani angkutan udara perintis di wilayah Papua telah melakukan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dukungan mitigasi gangguan keamanan di wilayah Papua.
Tujuannya agar pelaksanaan program kegiatan angkutan udara perintis dapat berjalan dengan baik dan lancar guna memberikan layanan konektivitas dan aksesibilitas bagi pergerakan orang dan barang.
“Untuk melayani kegiatan di atas terdapat 5 maskapai yakni PT ASI Pudjiastuti Aviation, PT Smart Cakrawala Aviation, PT National Global Aviasi, PT Asian One Air, PT Trigana Air Service,” tuturnya.
Meski penerbangan harus terganggu, namun pemerintah tetap memberikan subsidi untuk penerbangan ke Papua. Sayangnya Anita tidak menjelaskan ada penyesuaian atau pengurangan terhadap subsidinya.
“Kegiatan-kegiatan Angkutan Udara Perintis TA 2023, Subsidi APBN untuk seluruh wilayah Papua sebesar Rp 309 miliar untuk melayani 138 Rute Angkutan Udara Penumpang dan 34 Rute Angkutan Udara Kargo,” sebut Adita.
Sebelumnya, Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti menyampaikan permintaan maafnya kepada masyarakat Papua, Pemerintah Daerah, dan seluruh pengguna penerbangan Susi Air di Papua menjadi terganggu, karena 70% dari penerbangan porter Susi Air akhirnya jadi terhenti sekarang.
“Kalau porter terbang satu hari 30-40 flight, berarti sudah lebih dari 20-25 flight terhenti, dan tentu itu mengganggu kegiatan dan supply logistik dari pada masyarakat yang hidup di pegunungan,” kata Susi dalam konferensi pers.
Susi menjelaskan penerbangan porter yang dilakukan Susi Air yaitu terbang ke bandara-bandara dimana pesawat jenis karavan tak bisa mendarat. Jadi apabila penerbangan porter stop, berarti hanya bisa digantikan dengan helikopter.
“Rata-rata bandaranya 200-300 meter (landasan pacu), tujuan dari bandara-bandara tempat porter terbang. Tempat yang tidak mungkin terjangkau dengan lain kecuali dengan helikopter atau jalan kaki. Karena jalan di papua juga belum banyak,” sebut Susi.