Baru-baru ini Arab Saudi mencanangkan proyek The Mukaab. Ini adalah kota baru yang berada dalam bangunan berbentuk kubus besar.
Karena berbentuk seperti itu publik sebagian menyindir ini seperti “ka’bah baru”. Yang diartikan sebagai upaya menyaingi keberadaan bangunan suci umat Islam tersebut.
Tak heran kalau proyek tersebut dipandang sebagian pihak yang kontra sebagai “tanda kiamat”. Apalagi pemerintah Arab Saudi pun menunjukkan sikap liberalisasi sebagai bagian dari kebijakan Saudi Vision 2030.
Lalu, benarkah demikian?
Dari sudut pandang sejarah sebetulnya bangunan berbentuk kubus bukanlah hal baru dan sesuatu yang aneh. Sebab, bentuk bangunan tersebut mengacu pada arsitektur tradisional di Arab Saudi yang berbentuk kubus beratap landai tanpa genting. Bentuk ini berbeda dengan arsitektur rumah-rumah di Indonesia atau daerah lain.
Dalam penamaan, arsitektur seperti itu dikenal sebagai Najd Style. Kata ini diambil dari salah satu wilayah di Arab Saudi.
Sebagaimana dipaparkan Traditional Architecture in Najd, Saudi Arabia (1977), kemunculan arsitektur ini dipengaruhi oleh kondisi alam daerah Najd yang sangat ekstrim.
Di siang hari sangat panas. Sedangkan di malam hari sangat dingin. Maka, untuk berdamai dengan alam, penduduk Najd membangun hunian yang cocok dengan kondisi tersebut.
Lahirlah, bangunan setinggi dua lantai dan berbentuk geometris, seperti kubus atau persegi panjang. Bentuk tersebut bertujuan agar seisi rumah memiliki sirkulasi udara yang baik. Agar lebih optimal, biasanya arsitektur Najd berbahan dasar batu bata atau lumpur yang dibentuk balok dan dikeringkan.
Pemilihan dua bahan itu disebabkan karena mampu menahan suhu yang panas sehingga tidak dapat masuk ke dalam ruangan. Meski demikian, pada malam haru bangunan tersebut dapat menyerap dingin sehingga suhu di dalam ruangan akan lebih sejuk. Penghuninya pun akan lebih merasa nyaman.
Karena arsitektur Najd yang terbaik untuk berdamai dengan alam, maka bangunan dengan bentuk serupa tak lekang oleh waktu, alias tetap dipakai sepanjang zaman mengingat kondisi iklim suatu wilayah tak bisa diubah. Hingga kini wujud arsitektur tersebut masih dipakai oleh penduduk lokal.
Meski teknologi semakin berkembang yang membuat kendala iklim tak lagi jadi soal, banyak kontraktor di Arab yang mempertahankan Najd dalam bangunan. Tujuannya untuk menampilkan identitas khas Arab Saudi.
Hal ini terlihat dalam berbagai bentuk arsitektur modern, termasuk The Mukaab yang sudah disinggung. Namun, selain proyek tersebut ada pula beberapa proyek besar Arab Saudi yang menggunakan arsitektur tersebut, seperti Maraya dan The Line.
Melansir Experience Alula, Maraya berarti cermin dalam bahasa Arab. Maka, sesuai namanya bangunan ini terselimuti cermin yang berbentuk kubus berukuran besar.
Tercatat ada 9.740 cermin yang dipasang menyelimuti bangunan, sehingga menjadikannya sebagai bangunan cermin terbesar di dunia menurut Guinness World Record. Di dalamnya akan diisi oleh kegiatan seni, seperti konser musik dan pertunjukan teater.
Sementara The Line, adalah proyek berbentuk bangunan yang memanjang membelah gurun. Memiliki ukuran 200 meter, tinggi 500 meter, dan membentang seluas 170 kilometer. Seluruh bangunan akan dilapisi oleh dinding kaca yang di dalamnya terdapat ventilasi udara terbuka untuk menjaga suhu ideal dengan lingkungan luar