RI Rawan Gempa Dahsyat Mirip Turki, BMKG Beri Peringatan Ini

Fire fighters look for survivors after an earthquake hit Hualien, Taiwan February 7, 2018.  REUTERS/Tyrone Siu

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, setidaknya ada 7 hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia, dalam upaya penguatan mitigasi gempa bumi,

Pertama, dengan melakukan penguatan, pengembangan studi, kajian, sampai dengan riset dan teknologi.

“Pendalaman kajian terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mitigasi bencana gempa bumi oleh BRIN, BMKG, dan Kemendikbudristek, serta pihak lainnya,” kata Dwikorita dalam Rakornas PB 2023, di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Upaya mitigasi yang kedua, dengan melakukan pengembangan sistem monitoring kegempaan secara kontinu dan komprehensif.

Gempa bumi Turki terjadi di wilayah tektonik yang memiliki sejarah kegempaan. Sebelum gempa Turki 2023, tanggal 24 Januari 2020 bahkan pernah terjadi gempa dengan magnitudo 6,8 di zona sesar Anatolian Timur.

“Di wilayah yang kita mengetahui adanya sejarah kegempaan, penting untuk memperhatikan cluster kegempaan (seismisitas) yang terjadi atau tidak mengabaikan sejarah gempa dan potensi gempa bumi di suatu sesar,” ujarnya.

Perlu diberikannya juga perhatian khusus pada kluster seismisitas di zona sumber gempa yang belum terpetakan dan (unidentified active fault). Juga, penting dilakukan observasi kegempaan secara kontinyu dan komprehensif dengan jaringan seismometer digital, untuk memahami mekanika dan dinamika di zona sesar aktif.

Di sisi lain, perlu dilakukan observasi dengan jaringan yang disebut peralatan strong motion atau akselerograf intensif di sepanjang zona sesar yang dapat digunakan untuk memahami kompleksitas sumber gempa, dan efek gerakan permukaan bumi yang disebabkan oleh gempa.

Mitigasi ketiga, dengan melakukan pengembangan peta bahaya gempa bumi. Dalam hal ini, perlu dilakukan kajian geologi yang lebih detail untuk memahami sumber gempa yang belum terpetakan sampai mendapatkan nilai parameter lengkapnya, sehingga dapat digunakan untuk pemutakhiran peta bahaya gempa bumi (Hazard map).

“Perlu dilakukan pemutakhiran peta bahaya gempa bumi secara kontinu bersamaan dengan kajian kelengkapan parameter inputnya,” terangnya.

Selain itu, implementasi bangunan tahan gempa baik dari kondisi bangunan eksisting yang perlu dilakukan retrofit jika masih mempunyai ketahanan gaya gempa di bawah SNI terkini. Sebutkan untuk bangunan baru perlu diterapkan aturan ketat kajian bangunan sebelum dilakukan pembangunan agar dapat menyesuaikan perhitungan risiko sesuai tingkatan bahaya gempa.

Mitigasi keempat, dengan penguatan kajian getaran tanah (ground motion). Diketahui, ground motion yang dihasilkan gempa Turki 2023 melebihi ekspektasi dari perkiraan PGA rilis gempa darat (sesar) dengan rilis energi Mw 7,8 sehingga di Indonesia perlu adanya kajian sumber gempa yang lebih detail dari sisi geometric fault, dan diharapkan mendapat perhitungan hazard yang paling tepat di tiap zonanya.

“Untuk mendukung langkah mitigasi gempa, perlu dilakukan kajian dari sisi kerentanan potensi amplifikasi saat kejadian gempa bumi sesuai dengan kondisi geologi lokalnya,” tuturnya.

Mitigasi kelima, perlunya memperhatikan konstruksi bangunan tahan gempa dengan building code. Gempa Turki 2023 mengingatkan pentingnya memperkuat sistem mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia, termasuk penilaian bahaya seismik, building code, tata ruang, dan peringatan dini.

Penguatan ini, katanya, termasuk memastikan kesiapan konstruksi bangunan di kota-kota besar dan daerah yang rawan gempa bumi. Pentingnya menggalakkan penerapan dan monitoring berkala untuk memastikan ketahanan konstruksi terhadap guncangan gempa melalui building code.

Pentingnya juga memperhatikan penyempurnaan tata ruang rawan gempa oleh pemerintah daerah dengan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), dan BMKG, serta pihak terkait lainnya.

Mitigasi selanjutnya, keenam, dengan melakukan penegakan peraturan mendukung sistem mitigasi gempa bumi, dengan cara memonitoring bangunan, penegakan peraturan tata ruang, penegakan building code dan penerapan building code yang dikaitkan dengan pemberian izin mendirikan bangunan, serta evaluasi untuk update peraturan sesuai dengan perkembangan permasalahan.

Mitigasi ketujuh, mengedukasi, literasi, advokasi secara inklusif dan berkelanjutan. “Pentingnya untuk meningkatkan edukasi kesiapsiagaan secara lebih gencar dan terus-menerus tentang kesiapan dan keselamatan dari ancaman bahaya gempa bumi, oleh pemerintah daerah berkolaborasi dengan BMKG, BNPB, Kemendikbudristek, serta pihak lainnya,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*