Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (1st AFMGM) di Bali Nusa Dua Convention Center.
Perry mendorong agar bank sentral ASEAN bisa lebih banyak melakukan transaksi perdagangan, investasi, dan pasar keuangan lewat instrumen Local Currency Transaction (LCT), yakni dengan menggunakan mata uang lokal.
Dengan meningkatkan transaksi mata uang lokal alias tinggalkan dolar Amerika Serikat, kata Perry, ASEAN dapat mengurangi ketergantungan ekonomi dan mengurangi volatilitas untuk memperkuat stabilitas eksternal.
“Penggunaan local currency transaction pada perdagangan, investasi dan pasar keuangan dan pengiriman uang akan dapat mengurangi ketergantungan ekonomi dan mata uang utama kita. Mengurangi volatilitas kita untuk memperkuat stabilitas eksternal kita,” jelas Perry saat membuka 1st AFMGM hari ini, Jumat (31/3/2023).
“Pengaturan yang menguntungkan tersebut akan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil, serta pembangunan dan penyertaan,” jelas Perry saat membuka 1st AFMGM hari ini, Jumat (31/3/2023).
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, ASEAN harus terus bersinergi dalam menghadapi persoalan gejolak ekonomi dunia yang terus bertambah, mulai dari tensi geopolitik, inflasi yang tinggi, hingga pengetatan suku bunga bank negara maju.
“Kawasan ASEAN terus bertahan, sembari menyadari perlunya mengakselerasi mesin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Perry
Indonesia sebagai keketuaan ASEAN 2023, kata Perry secara hati-hati menyusun setiap agenda prioritas untuk menangani isu-isu yang muncul, serta menyadari adanya kebutuhan mendesak bagi ASEAN untuk berkontribusi lebih pada upaya global untuk pertumbuhan dan stabilitas.
“Saya ingin mendorong tindakan praktis yang terkonsentrasi, yang dapat mengatasi tantangan yang muncul. Sementara pada saat yang sama tetap melakukan integrasi regional pada fase dan urutan yang tepat,” jelas Perry.
“Kami berpikir secara global, bertindak dan bergerak sangat cepat. Inilah semangat gubernur bank sentral yang kita bahas pagi ini,” kata Perry lagi.
Perry menyebut, pembahasan Bank Sentral ASEAN terbagi terdiri dalam tiga pembahasan.
Pertama, Bank Sentral ASEAN harus memiliki pemahaman yang baik tentang dinamika stabilitas ekonomi dan keuangan, makro, global, dan regional. Serta mampu merumuskan bauran kebijakan yang optimal.
Bauran kebijakan yang optimal yang dimaksud, yakni melalui pemahaman ekonomi makro dan kerangka stabilitas keuangan yang diperlukan.
“Antara kebijakan fiskal dan moneter, antara suku bunga untuk intervensi dan manajemen arus modal. Serta bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial,” tuturnya.
Bauran kebijakan yang optimal itu, kata Perry merupakan kebijakan khas yang selalu dilakukan oleh Bank Sentral ASEAN dalam meningkatkan ketahanan pemulihan ekonomi.
Kedua, Bank Sentral ASEAN harus memanfaatkan agenda global di bidang pembayaran lintas batas (cross border payment).
Perry bilang, ASEAN sudah mendapatkan manfaat dari layanan sistem pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah dan transparan, serta lebih inklusif untuk mendorong transaksi, mengembangkan ekonomi, dan meningkatkan pertumbuhan.
Pembahasan ketiga yang dibahas dalam pertemuan Bank Sentral ASEAN, yakni bagaimana melihat dinamika pasar keuangan global saat ini, yang dipengaruhi oleh siklus kenaikan suku bunga yang cepat oleh bank sentral utama.
“Lebih penting bagi pasar negara berkembang untuk melihat sektor eksternalnya dari konsekuensi yang tidak diinginkan,” jelas Perry.
Dalam aspek ini, Indonesia telah memperkokoh ekonomi melalui kebijakan ekonomi makro secara hati-hati, dengan mensinergikan kebijakan fiskal dan moneter. Stabilitas sistem keuangan dan ketahanan eksternal juga diperkuat.